Open Journal Systems
TASAWUF DAN TAREKAT: Komparasi dan Relasi
Abstract
ABSTRAK
Manusia dilahirkan di dunia melalui campur tangan
Tuhan, maka tiada yang lebih indah dan lebih berharga
kecuali ketika menjalani kehidupan ini, dia bisa merasakan
kedekatan dengan-Nya dan jika meninggal nanti bisa
bertemu dengan-Nya. Agar bisa merasakan kedekatan
dan bisa bertemu dengan-Nya maka manusia harus
selalu menyempurnakan kualitas keberagamaannya.
Membicarakan keberagamaan manusia atau bagaimana
manusia menjalankan agamanya banyak ragamnya: ada
keberagamaan normatif, yang mana ketika manusia
menjalankan agamanya lebih mengedepankan pada
kesesuaiannya dengan aturan-aturan agama atau
tidak; keberagamaan filosofis, yang mana tatkala
manusia menjalankan agama lebih berlandaskan pada
argumentasi-argumentasi rasional; dan keberagamaan
mistis, yang mana tatkala manusia menjalankan agamanya
lebih menonjolkan aspek emosional kedekatan dengan
Tuhannya. Jika keberagamaan normatif terlahir dari
tradisi berpikir fiqh, keberagamaan filosofis terlahir dari
tradisi kalam, maka keberagamaan mistis terlahir dari
tradisi sufisme. Keberagamaan mistis yang terlahir dari
tradisi sufisme atau istilah lain adalah tasawuf, dan tasawuf
ini menjadi salah satu wajah Islam yang memusatkan
perhatiannya pada pembersihan aspek mental batiniah
atau aspek ruhaniah manusia menuju tercapainya
akhlak-akhlak mulia sehingga menimbulkan pengalaman
keberagamaan berupa rasa dekat dan selalu ‘bersama’ Tuhan. Tradisi tasawuf di awal perkembangannya telah
menarik antusiasme masyarakat muslim awam untuk
mengikutinya sehingga ulama-ulama sufi menyusun
ajaran-ajaran tasawuf, mengajarkannya kepada
masyarakat muslim awam, dan muncullah hubungan
guru- murid. Saat inilah tasawuf terlembagakan dalam
sebuah jalan sufi atau disebut tarekat. Tulisan sederhana
ini akan menguraikan secara memadai tentang keduanya,
dengan cara memperbandingkannya dan mencermati
hubungan keduanya.
Kata kunci : Tasawuf, Tarekat, Perbandingan, Hubungan
Manusia dilahirkan di dunia melalui campur tangan
Tuhan, maka tiada yang lebih indah dan lebih berharga
kecuali ketika menjalani kehidupan ini, dia bisa merasakan
kedekatan dengan-Nya dan jika meninggal nanti bisa
bertemu dengan-Nya. Agar bisa merasakan kedekatan
dan bisa bertemu dengan-Nya maka manusia harus
selalu menyempurnakan kualitas keberagamaannya.
Membicarakan keberagamaan manusia atau bagaimana
manusia menjalankan agamanya banyak ragamnya: ada
keberagamaan normatif, yang mana ketika manusia
menjalankan agamanya lebih mengedepankan pada
kesesuaiannya dengan aturan-aturan agama atau
tidak; keberagamaan filosofis, yang mana tatkala
manusia menjalankan agama lebih berlandaskan pada
argumentasi-argumentasi rasional; dan keberagamaan
mistis, yang mana tatkala manusia menjalankan agamanya
lebih menonjolkan aspek emosional kedekatan dengan
Tuhannya. Jika keberagamaan normatif terlahir dari
tradisi berpikir fiqh, keberagamaan filosofis terlahir dari
tradisi kalam, maka keberagamaan mistis terlahir dari
tradisi sufisme. Keberagamaan mistis yang terlahir dari
tradisi sufisme atau istilah lain adalah tasawuf, dan tasawuf
ini menjadi salah satu wajah Islam yang memusatkan
perhatiannya pada pembersihan aspek mental batiniah
atau aspek ruhaniah manusia menuju tercapainya
akhlak-akhlak mulia sehingga menimbulkan pengalaman
keberagamaan berupa rasa dekat dan selalu ‘bersama’ Tuhan. Tradisi tasawuf di awal perkembangannya telah
menarik antusiasme masyarakat muslim awam untuk
mengikutinya sehingga ulama-ulama sufi menyusun
ajaran-ajaran tasawuf, mengajarkannya kepada
masyarakat muslim awam, dan muncullah hubungan
guru- murid. Saat inilah tasawuf terlembagakan dalam
sebuah jalan sufi atau disebut tarekat. Tulisan sederhana
ini akan menguraikan secara memadai tentang keduanya,
dengan cara memperbandingkannya dan mencermati
hubungan keduanya.
Kata kunci : Tasawuf, Tarekat, Perbandingan, Hubungan
DOI: 10.21043/esoterik.v1i1.1286