Open Journal Systems
KONSEP WAHYU AL-QUR’AN DALAM PERSPEKTIF NASR HAMID ABU ZAID
Abstract
Artikel ini mengeksplorasikan tentang konsep wahyu yang
notabenenya merupukan salah satu pemikiran yang sangat
menonjol dari pemikiran Abu> Zaid. Tujuan penulisan artikel ini
untuk memahami bahwa wahyu (al-Qur’an) itu diturunkan secara
maknawi kepada Jibril, sedangkan lafaznya (teks) dari Jibril dan
Muhammad yang meriwayatkannya dan mengolahnya. Selain
itu, menurutnya bentuk wahyu yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw. dalam bentuk ilham. Karena Allah menurunkan
al-Qur’an ke dalam hati Muhammad. Hasil penelitian singkat
dalam artikel ini adalah bahwasanya Abu> Zaid membahas
Muhammad sebagai penerima wahyu pertama, berarti tidak
membicarakannya sebagai penerima pasif. Apa yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw. tidak murni lagi sebagai wahyu
Ilahi, tapi sudah diekspresikan dalam kemampuan intelektual dan
linguistik Muhammad Saw., sehingga ia menyimpulkan al-Qur’an
sebagai “spirit wahyu”. Karena ia berubah dari tanzil > menjadi ta’wi>l,
dari wahyu menjadi teks. Dalam pandangannya, kebenaran wahyu
tidak bisa dianggap sakral, karena Muhammad sebagai penerima
wahyu pertama sekaligus penyampai wahyu (al-Qur’an) adalah
bagian dari realitas dan masyarakat. Ia adalah buah dan produk
masyarakat.
notabenenya merupukan salah satu pemikiran yang sangat
menonjol dari pemikiran Abu> Zaid. Tujuan penulisan artikel ini
untuk memahami bahwa wahyu (al-Qur’an) itu diturunkan secara
maknawi kepada Jibril, sedangkan lafaznya (teks) dari Jibril dan
Muhammad yang meriwayatkannya dan mengolahnya. Selain
itu, menurutnya bentuk wahyu yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw. dalam bentuk ilham. Karena Allah menurunkan
al-Qur’an ke dalam hati Muhammad. Hasil penelitian singkat
dalam artikel ini adalah bahwasanya Abu> Zaid membahas
Muhammad sebagai penerima wahyu pertama, berarti tidak
membicarakannya sebagai penerima pasif. Apa yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw. tidak murni lagi sebagai wahyu
Ilahi, tapi sudah diekspresikan dalam kemampuan intelektual dan
linguistik Muhammad Saw., sehingga ia menyimpulkan al-Qur’an
sebagai “spirit wahyu”. Karena ia berubah dari tanzil > menjadi ta’wi>l,
dari wahyu menjadi teks. Dalam pandangannya, kebenaran wahyu
tidak bisa dianggap sakral, karena Muhammad sebagai penerima
wahyu pertama sekaligus penyampai wahyu (al-Qur’an) adalah
bagian dari realitas dan masyarakat. Ia adalah buah dan produk
masyarakat.
DOI: 10.21043/hermeneutik.v9i1.885
How To Cite This :
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2016 HERMENEUTIK