URGENSITAS CULTURAL SPHERE DALAM PENDIDIKAN MULTIKULTURAL: Rekonstruksi Semangat Multikulturalisme Sunan Kudus bagi Pendidikan Multikultural di STAIN Kudus
Abstract
Sunan Kudus adalah salah satu Walisongo yang hidup di Jawa pada abad ke-15. Ia telah meninggalkan warisan budaya yang memuat spirit multikulturalisme. Artikel ini fokus pada kajian warisan budaya Sunan Kudus yang memuat nilai-nilai multikultural dan mengonstruknya menjadi pendidikan multikultural dalam konteks pengembangan akademik STAIN Kudus melalui cultural sphere. Kajian budaya dapat membuka perintang-perintang budaya dalam dimensi yang bervariasi tanpa dibatasi oleh kotak yang sempit dan menerobos rahasia makna tersembunyi dalam setiap tanda-tanda budaya. Semakin banyak orang yang mampu menangkap rahasia di balik fakta-fakta, maka semakin terbuka wawasan untuk memahami satu sama lain sehingga dapat dimanfaatkan sebagai agen perubahan sosial. STAIN Kudus perlu mengambil peran ini dengan mempromosikan visi keterbukaan, meningkatkan perangkat jaringan yang didukung oleh ruang budaya, baik secara fisik maupun sosial, di bawah prinsip-prinsip belajar untuk tahu, belajar untuk melakukan, belajar untuk menjadi, dan belajar untuk hidup bersama dalam konteks pendidikan tinggi Islam.
Kata Kunci: Lingkup Budaya, Pendidikan Multikultural, Rekonstruksi, Kajian Budaya.
THE URGENCY OF CULTURAL SPHERE IN MULTICULTURAL EDUCATION (THE SPIRIT RECONSTRUCTION OF MULTICULTURALISM OF SUNAN KUDUS FOR MULTICULTURAL EDUCATION AT STAIN KUDUS). Sunan Kudus, one of the nine Islamic scientists (Walisanga) in Java who lived five centuries ago has left a cultural space in line with the spirit of multiculturalism. This article focus on the identification of cultural heritages of Sunan Kudus which is loaded with the values of multiculturalism and how to reconstruct them to become multicultural education in the context of academic development in STAIN Kudus through cultural sphere expansion. Cultural studies will be able to open the cultural barriers in various dimensions without being limited by the narrow boxes and penetrate the secret of the hidden meaning in every culture signs. The more people able to capture the secrets behind the facts, the more open the insight to understand each other so that it can be utilized agents of social change. STAIN Kudus need to take this role by promoting a vision of openness, improved networking devices supported cultural space both physically and socially under principles; learning to know, learning to do, learning be, and learning to live together in the context of Islamic higher education.
Keywords: Cultural Sphere, Multicultural Education, Reconstruction, Cultural Studies.
Full Text:
PDF (Bahasa Indonesia)References
Bakker, Chris, Cultural Studies, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005. Barthes, Roland, Image, Music, and Text, New York: Hill and Wang, 1984.
Harker, Richard, Pengantar Paling Komprehensif kepada Pemikiran Pierre Boerdeou, Yogyakarta: Jalasutra, 2004.
Haryatmoko, Menyingkap Kepalsuan Budaya Penguasa, dalam Basis, No. 11-12, Tahun ke-52, November-Desember 2003.
Haryono, Timbul, Kompas, 7 September 2006.
Kompas, 19 Mei 2002.
Salam, Solichin, Kudus Purbakala dalam Perjuangan Islam, Kudus: Menara Kudus, 1977.
Schulz, Christian Norberg The Concept of Dwelling: On the Way to Figurative Architecture, New York: Rozolli, 1985. Setia Budi, Bambang, Kompas, 15 Juni 2003.
DOI: http://dx.doi.org/10.21043/addin.v7i1.568
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2015 ADDIN
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Indexed by: